JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menekankan pentingnya kesiapan pekerja Indonesia menghadapi dua tantangan besar dalam dunia kerja masa depan: disrupsi akibat kecerdasan buatan (AI) dan pergeseran menuju industri hijau.
Menurut Menaker, jika perubahan ini tidak diantisipasi, peluang bagi tenaga kerja asing untuk mengambil alih peran pekerja lokal akan meningkat. “Kita tidak boleh kehilangan kesempatan di negeri sendiri,” ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa.
Tantangan Global Membutuhkan Kesiapan Tenaga Kerja
Perkembangan teknologi dan transformasi industri membawa konsekuensi signifikan bagi struktur ketenagakerjaan. AI memungkinkan otomatisasi berbagai pekerjaan, sementara industri hijau memerlukan keterampilan baru yang berbeda dari industri konvensional.
Menaker Yassierli menekankan perlunya persiapan menyeluruh agar pekerja Indonesia dapat menyesuaikan diri, memperoleh kompetensi baru, dan tetap bersaing di pasar kerja global.
“Jika kita tidak melakukan langkah antisipatif, pekerjaan yang semestinya diisi tenaga kerja dalam negeri bisa diambil oleh pekerja asing. Itu bukan sekadar risiko, tapi potensi kehilangan kesempatan di negeri sendiri,” jelasnya.
Peran Serikat Pekerja dalam Era Transformasi
Menaker menegaskan bahwa peran serikat pekerja (SP) menjadi kunci dalam menghadapi tantangan tersebut. Dari industri hingga BUMN, serikat pekerja diharapkan menjadi pengawal bagi transformasi yang adil dan inklusif. “Semangatnya adalah bagaimana kita menyambut era AI dan transisi energi dengan cara yang adil, inklusif, dan tidak meninggalkan siapa pun,” kata Yassierli.
SP diharapkan mampu membangun sinergi dengan manajemen perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang adaptif terhadap perubahan teknologi dan kebutuhan industri hijau. Transformasi hubungan industrial yang sehat, menurut Menaker, menjadi fondasi penting agar semua pihak dapat tumbuh bersama.
Menguatkan Nilai Gotong Royong di Dunia Kerja
Selain kesiapan teknis, Menaker menekankan bahwa kekuatan sosial bangsa Indonesia juga menjadi modal penting. Nilai gotong royong, kekeluargaan, dan musyawarah mufakat merupakan “DNA” sosial yang dapat mendorong daya saing nasional. “Saya percaya Indonesia memiliki modal sosial yang luar biasa. Gotong royong, kekeluargaan, dan musyawarah mufakat adalah DNA bangsa kita yang seharusnya memberi energi untuk kemajuan,” ujar Menaker.
Namun, ia menyayangkan bahwa nilai-nilai ini mulai memudar di dunia kerja. Padahal, budaya kerja sama dan solidaritas yang dibangun melalui gotong royong telah menjadi kekuatan yang memungkinkan Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Oleh karena itu, ia mengajak serikat pekerja dan manajemen untuk menghidupkan kembali semangat kebersamaan tersebut sebagai strategi menghadapi disrupsi AI dan industri hijau.
Transformasi Hubungan Industrial untuk Kemajuan Bersama
Menaker menekankan pentingnya transformasi hubungan industrial yang berorientasi pada visi bersama. Sinergi antara manajemen dan serikat pekerja harus diperkuat agar ekosistem ketenagakerjaan mendukung kemajuan bersama. Transformasi ini tidak hanya mendorong produktivitas perusahaan, tetapi juga memastikan kesejahteraan masyarakat sekitar, serta perkembangan UMKM dan pemasok lokal.
“Kita perlu mendorong perusahaan agar tidak hanya berorientasi ke dalam (inward looking), tetapi juga ke luar (outward looking) untuk mewujudkan cita-cita bersama. Perusahaan maju, masyarakat sekitar tumbuh, dan pelaku usaha di berbagai tingkatan, UMKM maupun supplier, ikut berkembang,” tegas Yassierli.
Menteri Ketenagakerjaan menegaskan bahwa kombinasi kesiapan tenaga kerja, peran serikat pekerja, dan penguatan nilai gotong royong dapat menjadi strategi efektif menghadapi perubahan global yang cepat. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya mampu menjaga kesempatan kerja di dalam negeri, tetapi juga meningkatkan daya saing nasional secara berkelanjutan.