Ditjen Pajak Terapkan Skema Cooperative Compliance Perusahaan Besar 2026

Selasa, 04 November 2025 | 15:50:50 WIB
Ditjen Pajak Terapkan Skema Cooperative Compliance Perusahaan Besar 2026

JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah menyiapkan inovasi baru dalam pengawasan pajak bagi perusahaan besar dengan menerapkan konsep cooperative compliance mulai tahun depan.

Langkah ini bertujuan menciptakan sistem kepatuhan pajak yang lebih transparan, terkontrol, dan efisien, serta memberikan manfaat bagi pemerintah maupun dunia usaha.

Melalui skema cooperative compliance, perusahaan besar akan diajak membangun mekanisme kepatuhan pajak yang terintegrasi sejak tahap awal transaksi hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT). Dengan begitu, seluruh aktivitas perpajakan dapat dipantau secara lebih menyeluruh dan risiko kesalahan dapat ditekan sejak awal.

Pendekatan Tax Control Framework dan Teknologi Informasi

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Iwan Djuniardi, menjelaskan bahwa cooperative compliance akan dikembangkan dengan mengadopsi Tax Control Framework (TCF). Framework ini dipadukan dengan sistem teknologi informasi DJP sehingga proses pengawasan menjadi otomatis dan lebih transparan.

“Kalau dulu kontrol hanya dilakukan di ujung proses, sama seperti audit pajak yang hanya muncul di tahap akhir. Dengan cooperative compliance, kontrol dilakukan di setiap tahap,” ujar Iwan. Pendekatan ini memungkinkan DJP mengidentifikasi potensi risiko dan memastikan kepatuhan pajak secara real-time.

Fokus Awal pada Perusahaan Besar

Pendekatan cooperative compliance awalnya akan difokuskan pada perusahaan besar. Strategi ini memungkinkan DJP mengalokasikan sumber daya manusia secara lebih efektif, sehingga fokus pengawasan dapat diarahkan pada sektor atau wajib pajak yang membutuhkan perhatian khusus.

Menurut Iwan, sistem ini tidak hanya menguntungkan otoritas pajak, tetapi juga memberikan kemudahan bagi perusahaan. Dengan TCF, direksi perusahaan dapat lebih memahami dan memonitor aktivitas perpajakan internal mereka sehingga kesalahan atau potensi pelanggaran dapat diminimalkan sejak awal.

“Dengan pendekatan ini, cost of compliance akan lebih rendah, tetapi tingkat kepatuhan justru meningkat,” jelasnya.

Kolaborasi dengan Pemangku Kepentingan

Dalam pengembangan skema cooperative compliance, DJP akan menggandeng berbagai stakeholder, termasuk perguruan tinggi dan konsultan pajak. Kolaborasi ini bertujuan membangun platform TCF yang efektif dan dapat diterapkan secara luas di perusahaan besar. Sistem ini diharapkan menjadi model kepatuhan pajak yang lebih modern dan responsif terhadap dinamika bisnis.

Selain itu, implementasi TCF juga akan memperkuat integrasi antara proses bisnis perusahaan dan kewajiban perpajakan. Dengan pemantauan yang terstruktur, perusahaan tidak hanya mampu meningkatkan kepatuhan pajak, tetapi juga meningkatkan tata kelola internal serta manajemen risiko.

Manfaat Cooperative Compliance bagi Pemerintah dan Perusahaan

Bagi pemerintah, penerapan cooperative compliance memungkinkan pengawasan pajak menjadi lebih terstruktur dan efisien. Sumber daya DJP dapat difokuskan pada area yang paling membutuhkan pengawasan, mengurangi risiko ketidakteraturan dalam administrasi pajak. Selain itu, sistem ini akan meningkatkan transparansi, mengurangi potensi sengketa, dan mempermudah koordinasi antara otoritas pajak dan perusahaan.

Bagi perusahaan, sistem cooperative compliance menawarkan kemudahan dalam pengelolaan kewajiban pajak. Dengan TCF, proses audit internal menjadi lebih sederhana, risiko pelanggaran pajak dapat diminimalkan, dan manajemen dapat melakukan perencanaan pajak lebih akurat. Pendekatan ini juga memberikan rasa aman bagi perusahaan karena kepatuhan pajak dapat dipastikan sejak awal transaksi.

Efisiensi dan Transparansi sebagai Kunci Utama

Konsep cooperative compliance menekankan dua aspek penting: efisiensi dan transparansi. Dengan kontrol yang dilakukan sejak awal, perusahaan dapat menghindari kesalahan administratif yang berdampak pada sanksi atau denda pajak. Di sisi lain, pemerintah memperoleh data yang akurat dan real-time mengenai kewajiban perpajakan perusahaan.

Sistem ini diharapkan menjadi langkah transformasi penting dalam pengawasan pajak, sejalan dengan upaya DJP untuk memodernisasi tata kelola perpajakan nasional. Pendekatan ini juga dapat menjadi contoh penerapan best practice pajak yang ramah bagi dunia usaha sekaligus menjaga kepatuhan.

Menuju Penerapan Cooperative Compliance 2026

DJP menargetkan penerapan cooperative compliance mulai tahun 2026, diawali dengan perusahaan-perusahaan besar. Persiapan mencakup pengembangan TCF, integrasi teknologi informasi, dan koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Langkah-langkah ini diharapkan memastikan penerapan yang mulus dan memberikan dampak nyata bagi kepatuhan pajak nasional.

Pendekatan baru ini diharapkan menjadi tonggak transformasi pengawasan pajak di Indonesia. Dengan cooperative compliance, diharapkan tercipta keseimbangan antara kepatuhan perusahaan dan efisiensi administrasi pajak, serta mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Terkini